Rabu, 15 Januari 2014

test wais



 1, Sejarah
Rangkaian tes lain yang digunakan untuk menilai inteligensi siswa disebut skala Wechsler yang dikembangkan oleh psikolog David Wechsler David Wechsler, pencipta skala-skala inteligensi Wechsler yang masih banyak digunakan hingga saat ini, mendefinisikan inteligensi sebagai totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif (Wechsler dalam Azwar, 2006:7).
Tes ini dibuat pada tahun 1955, disusun oleh David Wechsler. WAIS diciptakan dengan dasar pikiran intelegensi terdiri dari beberapa aspek (aspek verbal, abstrak, numerical, bahkan faktor G). David Wechsler memperkenalkan versi pertama tes inteligensi yang dirancang khusus untuk digunakan oleh orang dewasa. Tes tersebut terbit pada tahun 1939 dan dinamai Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WBIS). Pada tahun 1949, Wechsler juga menerbitkan skala inteligensi untuk anak-anak yang dikembangkan berdasar skala WBIS tadi. Skala ini diberi nama Wechsler Instelligence Scale for Children (WISC). Pada tahun 1974, suatu revisi terhadap tes WISC dilakukan kembali dan edisi revisi ini diterbitkan di tahun tersebut dengan nama WISC-R (huruf R merupakan singkatan dari kata Revised). Di tahun 1955, Wechsler menyusun skala lain untuk mengukur inteligensi orang dewasa dengan memperluas isi tes WISC. Skala baru ini diberinya nama Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). Revisi terhadap WAIS dilakukan dan diterbitkan pada tahun 1981 dengan nama WAIS-R Item tes WAIS mencakup pengetahuan umum, aritmatik, kosa kata, melengkapi gambar yang belum lengkap, menyusun balok dan gambar dan menyusun objek.


1.      Wechsler mendefinisikan inteligensi sebagai:
“Intelligence is the aggregate or global capacity of the individual to act purposefully, to think rationally, and to deal effectively with this environment”.
Artinya, inteligensi merupakan suatu agregat atau kapasitas global dari individu untuk dapat bertingkah laku secara terarah, berpikir secara rasional, serta berhubungan secara efektif dengan lingkungannya.
 Wechsler mengemukakan tiga alasan mengapa pernyataan di atas diajukan :

a.      Hasil dari perilaku inteligen bukan hanya merupakan suatu fungsi dari sejumlah kecakapan atau kualitas kecakapan tersebut, tapi juga tergantung pada konfigurasi kecakaan-kecakapan tersebut (cara kecakapan kecakapan tersebut dikombinasikan).

b.      Ada faktor-faktor selain kecakapan intelektual, misalnya dorongan (drive) dan hadiah (incentive), yang melebur dengan perilaku inteligen.

c.       Karena tingkah laku inteligen mempersyaratkan berbagai derajat kecakapan intelektual, maka kecakapankecakapan tertentu bisa saja memberikan sumbangan yang kurang berarti terhadap perilaku sebagai suatu keseluruhan.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapai disimpulkan bahwa Inteligensi merupakan suatu kemampuan umum dan kompleks yang dimiliki individu dari faktor genetis maupun lingkungan yang mempengaruhinya untuk dapat berfikir secara abstrak, menyesuaikan diri belajar, memahami hakikat hidup dan mengatasi suatu masalah secara terarah, rasional, dan efektif.
Inteligensi merupakan suatu fungsi, dalam arti faktor-faktor yang menentukan inteligensi merupakan suatu fungsi secara keseluruhan. Faktor-faktor tersebut meliputi pembawaan, kematangan dan pembentukan.

1.      Faktor Pembawaan
Faktor pembawaaan merupakan faktor pertama yang berperan di dalam inteligensi. Semua individu membawa sifat-sifat tertentu sejak lahir. Sifat-sifat alami ini yang menentukan pembawaan kita. Contohnya, terdapat anak-anak yang dengan susah payah dapat mengikuti pelajaran di bangku sekolah dasar (SD), termasuk ada yang dengan sangat mudahnya dapat mencapai gelar di universitas. Tetapi di sisi lain, betapapun giatnya mengikuti pelajaran-pelajaran tambahan di luar sekolah sekalipun, namun ada anak-anak yang tidak sanggup mengikuti pelajaran yang lebih tinggi dari SD. Artinya, mereka tidak memiliki kesanggupan yang memadai untuk mengikuti pelajaran, berkaitan dengan kekurangan faktor pembawaan.

2.      Faktor Kematangan
Kematangan adalah pertumbuhan dari dalam. Faktor kematangan terkait dengan bagaimana kesiapan individu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Contohnya, anak normal yang berusia 7 tahun, tidak akan menjumpai kesulitan dengan hitungan 8+9. Tetapi saat dihadapkan pada persoalan setingkat lebih sulit yang menyangkut persamaan seperti: 5+x=8, ia kesulitan untuk menyelesaikannya. Bisakah kita langsung memberi label bahwa anak tersebut bodoh? Tentu tidak!. Bahkan mungkin ia seorang anak yang cerdas, hanya saja ia belum matang untuk membuat soal hitungan persamaan semacam itu, karena hitungan semacam itu masih terlampau abstrak baginya. Andaikata anak itu normal dan berusia sekitar ± 14 tahun, besar kemungkinan hitungan itu tidak akan sulit diselesaikan.

3.      Faktor Pembentukan
Faktor pembentukan, yakni perkembangan di bawah pengaruh keadaan-keadaan dari luar. Misalnya, seorang anak normal yang berusia 14 tahun, pada umumnya tidak akan menjumpai kesulitan dengan persoalan hitungan sederhana. Akan tetapi, tidak setiap anak normal 14 tahun dapat membuat hitungan seperti itu. Jika anak itu tinggal di sebuah dusun yang terpencil dan tidak pernah bersekolah, ia akan sulit menyelesaikan hitungan tersebut, sekalipun ia telah memiliki kematangan untuk hitungan tersebut. Jadi pembentukan merupakan faktor yang sangat penting dalam inteligensi. Dan dalam pembentukan, sekolah dan lingkungan memegang peranan yang sangat penting.


3  Aspek yang diukur
WAIS mengukur dua aspek kemampuan potensial subyek yaitu aspek Verbal dan aspek Performance. Wawasan yang diukur oleh kedua aspek tersebut diuraikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.12 : Wawasan Yang Diukur WAIS
Aspek Verbal
Aspek Performance
1. Informasi
1. Simbol Angka
2. Pengertian
2. Melengkapi Gambar
3. Hitungan
3. Rancangan Balok
4. Persamaan
4. Mengatur Gambar
5. Rentangan Angka
5. Merakit Obyek
6. Perbendaharaan Kata


kelompok verbal (lisan) dan kelompok performance (perbuatan).
Skala Verbal terdiri dari:
1.      Informasi
      Berisi 29 pertanyaan mengenai pengetahuan umum yang dianggap dapat diperoleh oleh setiap orang dari lingkungan sosial dan budaya sehari-hari dimana ia berada.
2.     Rentang Angka
       Berupa rangkaian angka antara 3 sampai 9 angka yang disebutkan secara lisan dan subjek diminta untuk mengulangnya dengan urutan yang benar.
3.     Kosa Kata
       Berisi 40 kata-kata yang disajikan dari yang paling mudah didefinisikan sampai kepada yang paling sulit.
4.     Hitungan
       Berupa problem hitungan yang setaraf dengan soal hitungan di sekolah dasar.
5.     Pemahaman
       Isi subtes ini dirancang untuk mengungkap pemahaman umum.
6.     Kesamaan
      Berupa 13 soal yang menghendaki subjek untuk menyatakan pada hal apakah dua
      benda memiliki kesamaan.


Untuk skala performance adalah sebagai berikut:
1.      Kelengkapan Gambar
      Subjek diminta menyebutkan bagian yang hilang dari gambar dalam kartu yang jumlahnya 21 kartu.
2.     Susunan Gambar
      Berupa delapan seri gambar yang masing-masing terdiri dari beberapa kartu yang disajikan dalam urutan yang tidak teratur.
3.     Rancangan Balok
      Terdiri atas suatu seri pola yang masing-masing tersusun atas pola merah-putih. Setiap macam pola diberikan di atas kartu sebagai soal.
4.     Perakitan Objek
      Terdiri dari potongan-potongan langkap bentuk benda yang dikenal sehari-hariyang disajikan dalam susunan tertentu.
5.     Simbol Angka
      Berupa Sembilan angka yang masing-masing mempunyai simbolnya sendiri-sendiri. Subjek diminta menulis symbol untuk masing-masing angka di bawah deretan angka yang tersedia sebanyak yang dapat dia lakukan selama 90 detik.




ETIKA PENGGUNAAN ASESMEN INTELIGENSI DALAM PELAYANAN BK
Agar tes intelegensi tidak disalahgunakan, maka disusunlah kode etik yang mengatur sebuah penggunaan tes. Beberapa prinsip penting yang perlu diketahui oleh berbagai pihak, termasuk konselor, antara lain sebagai berikut.
1.      Penjualan dan distribusi tes intelegensi terbatas pada pemakai yang dapat dipertanggungjawabkan. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki wewenang untuk mengadministrasikan tes itelegensi yang telah dipersiapkan sebelumnya secara matang untuk dapat melakukan hal tersebut, sehingga tidak semua orang dapat menjalankan dan mengadministrasikan kegiatan tes intelegensi ini.
2.      Skor tes intelegensi hanya boleh disampaikan kepada orang-orang yang mampu menginterpretasikannya. Individu (testi) yang memperoleh laporan hasil tes intelegensi selayaknya juga memperoleh penjelasan dari orang yang mengerti dan mampu menginterpretasikan hasil tes intelegensi tersebut. Hal ini berkaitan dengan tindakan berikutnya yang akan dilakukan setelah individu (testi) mengerti dan memahami hasil tes intelegensi yang diperolehnya.
3.      Membentuk sikap obyektif testi. Hal ini perlu dilakukan karena bagaimapun kondisinya, tes intelegensi merupakan alat atau media yang dapat digunakan untuk memahami diri sendiri dengan lebih baik, hal ini perlu dilakukan karena adanya kemungkinan testi memiliki prasangka tertentu dalam menginterpretasikan sebuah hasil tes.
4.      Tes yang digunakan telah teruji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Tes intelegensi yang masih dalam tahap pengembangan tidak boleh digunakan, hal ini dikarenakan tingkat validitas dan reliabilitasnya belum teruji.




7 PENGGUNAAN ASESMEN INTELIGENSI DALAM LAYANAN BK
Penggunaan tes intelegensi dalam pelayanan bimbingan konseling tidak hanya melibatkan konselor sebagai pelaksanan kegiatan bimbingan konseling, tetapi juga pihak-pihak lain yang juga terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Hasil tes intelegensi yang diperoleh dapat dipergunakan oleh berbagai pihak disekolah yaitu:
1.      Sekolah, tes intelegensi dapat digunakan untuk menyaring calon siswa yang akan diterima atau untuk menempatkan siswa pada jurusan tertentu, dan juga mengidentifikasi siswa yang memiliki IQ di atas normal.
2.      Guru, tes intelegensi dapat digunakan untuk mendiagnosa kesukaran pelajaran dan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan setara.
3.      Konselor, tes intelegensi dapat digunakan untuk membuat diagnosa siswa, untuk memprediksi hasil siswa dimasa yang akan datang, dan juga sebagai media untuk mengawali proses konseling.
4.      Siswa, tes intelegensi dapat digunakan untuk mengenali dan memahami dirinya sendiri dengan lebih baik, dan mengetahui kemampuannya.

Penggunaan tes intelegensi perlu memperhatikan beberapa prinsip dalam pelaksanaannya di sekolah. Diantaranya sebagai berikut.
1.      Diberikan untuk seluruh siswa, jika hanya diberikan kepada sekelompok siswa saja, dikhawatirkan kesimpulan yang diambil nantinya tidak mencakup atau mewakili siswa secara keseluruhan.
2.      Diberikan dengan pertimbangan waktu yang baik, tes yang diselenggarakan dengan rencana yang matang akan memiliki manfaat yang cukup besar dari hasil yang diberikan tersebut.
3.      Dilakukan dengan cara yang benar, tes harus dilakukan dengan cara yang benar dan tidak disalahgunakan agar dapat memberikan manfaat kepada siswa dan juga pada sekolah.
4.      Proses skoring harus dilakukan dengan tepat dan teliti.
5.      Hasil tes harus diinterpretasikan berdasarkan norma yang wajar.
6.      Hasil tes hendaknya disajikan dengan cara yang mudah dimengerti oleh siswa, orang tua, kepala sekolah, guru dan konselor. Dapat disertai dengan keterangan-keterangan yang menunjang.

Budayanya minta izin sebelum di copy ya dear

Tidak ada komentar:

Posting Komentar