1, Sejarah
Rangkaian tes lain
yang digunakan untuk menilai inteligensi siswa disebut skala Wechsler yang
dikembangkan oleh psikolog David Wechsler David Wechsler, pencipta skala-skala inteligensi Wechsler yang
masih banyak digunakan hingga saat ini, mendefinisikan inteligensi sebagai
totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir
secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif (Wechsler dalam
Azwar, 2006:7).
Tes ini dibuat pada tahun 1955, disusun oleh David Wechsler. WAIS
diciptakan dengan dasar pikiran intelegensi terdiri dari beberapa aspek (aspek
verbal, abstrak, numerical, bahkan faktor G). David
Wechsler memperkenalkan versi pertama tes inteligensi yang dirancang khusus
untuk digunakan oleh orang dewasa. Tes tersebut terbit pada tahun 1939 dan
dinamai Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WBIS). Pada tahun 1949,
Wechsler juga menerbitkan skala inteligensi untuk anak-anak yang dikembangkan
berdasar skala WBIS tadi. Skala ini diberi nama Wechsler Instelligence Scale
for Children (WISC). Pada tahun 1974, suatu revisi terhadap tes WISC
dilakukan kembali dan edisi revisi ini diterbitkan di tahun tersebut dengan
nama WISC-R (huruf R merupakan singkatan dari kata Revised). Di tahun
1955, Wechsler menyusun skala lain untuk mengukur inteligensi orang dewasa
dengan memperluas isi tes WISC. Skala baru ini diberinya nama Wechsler Adult
Intelligence Scale (WAIS). Revisi terhadap WAIS dilakukan dan diterbitkan
pada tahun 1981 dengan nama WAIS-R Item tes WAIS mencakup pengetahuan umum,
aritmatik, kosa kata, melengkapi gambar yang belum lengkap, menyusun balok dan
gambar dan menyusun objek.
1. Wechsler mendefinisikan inteligensi
sebagai:
“Intelligence is the aggregate or global capacity of the individual to act purposefully, to think rationally, and to deal effectively with this environment”.
Artinya, inteligensi merupakan suatu agregat atau kapasitas global dari individu untuk dapat bertingkah laku secara terarah, berpikir secara rasional, serta berhubungan secara efektif dengan lingkungannya.
“Intelligence is the aggregate or global capacity of the individual to act purposefully, to think rationally, and to deal effectively with this environment”.
Artinya, inteligensi merupakan suatu agregat atau kapasitas global dari individu untuk dapat bertingkah laku secara terarah, berpikir secara rasional, serta berhubungan secara efektif dengan lingkungannya.
Wechsler mengemukakan tiga alasan mengapa
pernyataan di atas diajukan :
a.
Hasil
dari perilaku inteligen bukan hanya merupakan suatu fungsi dari sejumlah
kecakapan atau kualitas kecakapan tersebut, tapi juga tergantung pada konfigurasi
kecakaan-kecakapan tersebut (cara kecakapan kecakapan tersebut dikombinasikan).
b.
Ada
faktor-faktor selain kecakapan intelektual, misalnya dorongan (drive) dan
hadiah (incentive), yang melebur dengan perilaku inteligen.
c.
Karena
tingkah laku inteligen mempersyaratkan berbagai derajat kecakapan intelektual,
maka kecakapankecakapan tertentu bisa saja memberikan sumbangan yang kurang
berarti terhadap perilaku sebagai suatu keseluruhan.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapai disimpulkan bahwa Inteligensi merupakan suatu kemampuan umum dan kompleks yang dimiliki individu dari faktor genetis maupun lingkungan yang mempengaruhinya untuk dapat berfikir secara abstrak, menyesuaikan diri belajar, memahami hakikat hidup dan mengatasi suatu masalah secara terarah, rasional, dan efektif.
Inteligensi merupakan suatu fungsi, dalam arti faktor-faktor yang menentukan inteligensi merupakan suatu fungsi secara keseluruhan. Faktor-faktor tersebut meliputi pembawaan, kematangan dan pembentukan.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapai disimpulkan bahwa Inteligensi merupakan suatu kemampuan umum dan kompleks yang dimiliki individu dari faktor genetis maupun lingkungan yang mempengaruhinya untuk dapat berfikir secara abstrak, menyesuaikan diri belajar, memahami hakikat hidup dan mengatasi suatu masalah secara terarah, rasional, dan efektif.
Inteligensi merupakan suatu fungsi, dalam arti faktor-faktor yang menentukan inteligensi merupakan suatu fungsi secara keseluruhan. Faktor-faktor tersebut meliputi pembawaan, kematangan dan pembentukan.
1.
Faktor
Pembawaan
Faktor pembawaaan
merupakan faktor pertama yang berperan di dalam inteligensi. Semua individu
membawa sifat-sifat tertentu sejak lahir. Sifat-sifat alami ini yang menentukan
pembawaan kita. Contohnya, terdapat anak-anak yang dengan susah payah dapat
mengikuti pelajaran di bangku sekolah dasar (SD), termasuk ada yang dengan
sangat mudahnya dapat mencapai gelar di universitas. Tetapi di sisi lain,
betapapun giatnya mengikuti pelajaran-pelajaran tambahan di luar sekolah
sekalipun, namun ada anak-anak yang tidak sanggup mengikuti pelajaran yang
lebih tinggi dari SD. Artinya, mereka tidak memiliki kesanggupan yang memadai
untuk mengikuti pelajaran, berkaitan dengan kekurangan faktor pembawaan.
2.
Faktor
Kematangan
Kematangan adalah
pertumbuhan dari dalam. Faktor kematangan terkait dengan bagaimana kesiapan
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Contohnya, anak normal yang
berusia 7 tahun, tidak akan menjumpai kesulitan dengan hitungan 8+9. Tetapi
saat dihadapkan pada persoalan setingkat lebih sulit yang menyangkut persamaan
seperti: 5+x=8, ia kesulitan untuk menyelesaikannya. Bisakah kita langsung
memberi label bahwa anak tersebut bodoh? Tentu tidak!. Bahkan mungkin ia
seorang anak yang cerdas, hanya saja ia belum matang untuk membuat soal
hitungan persamaan semacam itu, karena hitungan semacam itu masih terlampau
abstrak baginya. Andaikata anak itu normal dan berusia sekitar ± 14 tahun,
besar kemungkinan hitungan itu tidak akan sulit diselesaikan.
3.
Faktor
Pembentukan
Faktor pembentukan,
yakni perkembangan di bawah pengaruh keadaan-keadaan dari luar. Misalnya,
seorang anak normal yang berusia 14 tahun, pada umumnya tidak akan menjumpai
kesulitan dengan persoalan hitungan sederhana. Akan tetapi, tidak setiap anak
normal 14 tahun dapat membuat hitungan seperti itu. Jika anak itu tinggal di
sebuah dusun yang terpencil dan tidak pernah bersekolah, ia akan sulit
menyelesaikan hitungan tersebut, sekalipun ia telah memiliki kematangan untuk
hitungan tersebut. Jadi pembentukan merupakan faktor yang sangat penting dalam inteligensi.
Dan dalam pembentukan, sekolah dan lingkungan memegang peranan yang sangat
penting.
3 Aspek yang diukur
WAIS mengukur dua aspek kemampuan potensial subyek yaitu aspek Verbal dan
aspek Performance. Wawasan yang diukur oleh kedua aspek tersebut diuraikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.12 : Wawasan Yang Diukur WAIS
Aspek Verbal
|
Aspek Performance
|
1. Informasi
|
1. Simbol Angka
|
2. Pengertian
|
2. Melengkapi Gambar
|
3. Hitungan
|
3. Rancangan Balok
|
4. Persamaan
|
4. Mengatur Gambar
|
5. Rentangan Angka
|
5. Merakit Obyek
|
6. Perbendaharaan Kata
|
kelompok verbal (lisan)
dan kelompok performance (perbuatan).
Skala
Verbal terdiri dari:
1.
Informasi
Berisi 29 pertanyaan mengenai pengetahuan umum yang dianggap dapat diperoleh
oleh setiap orang dari lingkungan sosial dan budaya sehari-hari dimana ia
berada.
2. Rentang Angka
Berupa
rangkaian angka antara 3 sampai 9 angka yang disebutkan secara lisan dan subjek
diminta untuk mengulangnya dengan urutan yang benar.
3.
Kosa
Kata
Berisi 40 kata-kata yang disajikan dari yang paling mudah didefinisikan sampai
kepada yang paling sulit.
4.
Hitungan
Berupa problem hitungan yang setaraf dengan soal hitungan di sekolah dasar.
5.
Pemahaman
Isi subtes ini dirancang untuk mengungkap pemahaman umum.
6.
Kesamaan
Berupa 13 soal yang menghendaki subjek untuk menyatakan pada hal apakah dua
benda memiliki kesamaan.
Untuk
skala performance adalah sebagai berikut:
1.
Kelengkapan
Gambar
Subjek
diminta menyebutkan bagian yang hilang dari gambar dalam kartu yang jumlahnya
21 kartu.
2.
Susunan Gambar
Berupa
delapan seri gambar yang masing-masing terdiri dari beberapa kartu yang
disajikan dalam urutan yang tidak teratur.
3.
Rancangan Balok
Terdiri
atas suatu seri pola yang masing-masing tersusun atas pola merah-putih. Setiap
macam pola diberikan di atas kartu sebagai soal.
4.
Perakitan Objek
Terdiri
dari potongan-potongan langkap bentuk benda yang dikenal sehari-hariyang
disajikan dalam susunan tertentu.
5.
Simbol Angka
Berupa
Sembilan angka yang masing-masing mempunyai simbolnya sendiri-sendiri. Subjek
diminta menulis symbol untuk masing-masing angka di bawah deretan angka yang
tersedia sebanyak yang dapat dia lakukan selama 90 detik.
ETIKA PENGGUNAAN ASESMEN INTELIGENSI DALAM PELAYANAN BK
Agar tes intelegensi
tidak disalahgunakan, maka disusunlah kode etik yang mengatur sebuah penggunaan
tes. Beberapa prinsip penting yang perlu diketahui oleh berbagai pihak,
termasuk konselor, antara lain sebagai berikut.
1.
Penjualan dan distribusi tes intelegensi terbatas pada pemakai yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki wewenang untuk
mengadministrasikan tes itelegensi yang telah dipersiapkan sebelumnya secara
matang untuk dapat melakukan hal tersebut, sehingga tidak semua orang dapat
menjalankan dan mengadministrasikan kegiatan tes intelegensi ini.
2.
Skor tes intelegensi hanya boleh disampaikan kepada orang-orang yang mampu
menginterpretasikannya. Individu (testi) yang memperoleh laporan hasil tes
intelegensi selayaknya juga memperoleh penjelasan dari orang yang mengerti dan
mampu menginterpretasikan hasil tes intelegensi tersebut. Hal ini berkaitan
dengan tindakan berikutnya yang akan dilakukan setelah individu (testi)
mengerti dan memahami hasil tes intelegensi yang diperolehnya.
3.
Membentuk sikap obyektif testi. Hal ini perlu dilakukan karena bagaimapun
kondisinya, tes intelegensi merupakan alat atau media yang dapat digunakan
untuk memahami diri sendiri dengan lebih baik, hal ini perlu dilakukan karena
adanya kemungkinan testi memiliki prasangka tertentu dalam menginterpretasikan
sebuah hasil tes.
4.
Tes yang digunakan telah teruji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Tes
intelegensi yang masih dalam tahap pengembangan tidak boleh digunakan, hal ini
dikarenakan tingkat validitas dan reliabilitasnya belum teruji.
7 PENGGUNAAN ASESMEN INTELIGENSI DALAM LAYANAN BK
Penggunaan tes
intelegensi dalam pelayanan bimbingan konseling tidak hanya melibatkan konselor
sebagai pelaksanan kegiatan bimbingan konseling, tetapi juga pihak-pihak lain
yang juga terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Hasil tes
intelegensi yang diperoleh dapat dipergunakan oleh berbagai pihak disekolah
yaitu:
1.
Sekolah, tes intelegensi dapat digunakan untuk menyaring calon siswa yang akan
diterima atau untuk menempatkan siswa pada jurusan tertentu, dan juga
mengidentifikasi siswa yang memiliki IQ di atas normal.
2.
Guru, tes intelegensi dapat digunakan untuk mendiagnosa kesukaran pelajaran dan
mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan setara.
3.
Konselor, tes intelegensi dapat digunakan untuk membuat diagnosa siswa, untuk
memprediksi hasil siswa dimasa yang akan datang, dan juga sebagai media untuk
mengawali proses konseling.
4.
Siswa, tes intelegensi dapat digunakan untuk mengenali dan memahami dirinya
sendiri dengan lebih baik, dan mengetahui kemampuannya.
Penggunaan tes
intelegensi perlu memperhatikan beberapa prinsip dalam pelaksanaannya di
sekolah. Diantaranya sebagai berikut.
1.
Diberikan untuk seluruh siswa, jika hanya diberikan kepada sekelompok siswa
saja, dikhawatirkan kesimpulan yang diambil nantinya tidak mencakup atau
mewakili siswa secara keseluruhan.
2.
Diberikan dengan pertimbangan waktu yang baik, tes yang diselenggarakan dengan
rencana yang matang akan memiliki manfaat yang cukup besar dari hasil yang
diberikan tersebut.
3.
Dilakukan dengan cara yang benar, tes harus dilakukan dengan cara yang benar
dan tidak disalahgunakan agar dapat memberikan manfaat kepada siswa dan juga
pada sekolah.
4.
Proses skoring harus dilakukan dengan tepat dan teliti.
5.
Hasil tes harus diinterpretasikan berdasarkan norma yang wajar.
6.
Hasil tes hendaknya disajikan dengan cara yang mudah dimengerti oleh siswa,
orang tua, kepala sekolah, guru dan konselor. Dapat disertai dengan
keterangan-keterangan yang menunjang.
Budayanya minta izin sebelum di copy ya dear
Tidak ada komentar:
Posting Komentar